Main dan Belajar: Cerita Sore yang Mengubah Cara Aku Mengajar Anak
Kenapa sore itu terasa biasa tapi akhirnya berkesan?
Hari itu seperti sore-sore lainnya. Matahari belum tenggelam sempurna, ada sisa keperakan di langit, dan anakku, Dila, sedang berkeliaran di ruang tamu sambil mengacak-acak kotak mainannya. Aku lelah, sudah menyiapkan makan malam, tetapi aku juga ingin memanfaatkan waktu sebelum tidur untuk “membaca” atau mengajari huruf. Rencananya sederhana: aku akan duduk, membacakan buku, menunjuk huruf, lalu dia akan mengulang. Sesi singkat. Praktis. Efisien.
Tapi Dila menolak duduk. Ia malah menarik sebuah kotak warna-warni yang berisi benda-benda kecil — tutup botol, potongan kain, kelereng, dan beberapa kartu bergambar. Ia mulai menata benda itu menjadi sebuah jalan kecil untuk boneka. Aku ingin sedikit kesal karena rencana bubar. Lalu aku berhenti. Mengamati.
Apa yang sebenarnya anak pelajari saat bermain?
Saat aku memperhatikan, aku mulai melihat pola. Dila membuat jalan untuk boneka, lalu memberikan “tiket” dari kartu-kartu bergambar pada boneka yang mau lewat. Ia membuat aturan sederhana: boneka harus memberi “tiket” pada penjaga jembatan (potongan kain). Ia menghitung langkah ketika boneka melewati jalan. Tanpa sadar, ia sedang berimajinasi, berlatih bahasa, menghitung, dan memahami konsep bergantian serta aturan.
Aku menyadari satu hal penting: belajar bukan selalu tentang buku dan angka di papan tulis. Belajar juga terjadi ketika anak bereksperimen dengan benda sehari-hari. Permainan sederhana bisa menjadi kesempatan emas untuk perkembangan kognitif, bahasa, motorik halus, dan keterampilan sosial. Itulah inti pendidikan anak usia dini — memberikan ruang bagi anak untuk menemukan dan memahami dunia melalui permainan.
Bagaimana sore itu mengubah cara aku mengajar?
Sejak kejadian itu, aku mulai merevisi pendekatanku. Aku tidak lagi memaksakan sesi yang kaku. Aku mulai memasukkan unsur permainan ke dalam kegiatan sehari-hari. Misalnya, saat menyiapkan baju, aku minta Dila memilih warna dan mengurutkan baju menurut ukuran; saat memasak, aku memberikan tugas sederhana seperti mengaduk adonan atau menghitung sendok. Kadang aku membiarkannya memimpin permainan yang tampak “hanya main”.
Perubahan ini bukan hanya soal teknik. Itu soal mengubah mindset: dari “aku guru yang harus mengajar” menjadi “aku teman yang membimbing proses belajar”. Hasilnya? Anak lebih antusias, lebih kreatif, dan lebih mau eksplorasi. Ia juga lebih nyaman menyampaikan pertanyaan, kadang pertanyaan yang sederhana tapi penuh rasa ingin tahu.
Apa saja permainan edukatif yang kupakai (dan bisa kamu coba)?
Aku tidak perlu mainan mahal untuk membuat suasana belajar yang kaya. Seringkali barang rumah tangga lebih dari cukup. Beberapa permainan yang sering kami pakai: membuat cerita bergambar dari kartu-kartu bekas, lomba menyusun balok sesuai warna, petak umpet soal huruf (sembunyikan huruf dari kardus), dan permainan peran dengan boneka yang mengajarkan empati dan bahasa.
Jika kamu ingin referensi permainan siap pakai, aku sempat menemukan ide-ide menarik dari beberapa blog parenting dan situs edukasi, salah satunya kidsangsan, yang memberi inspirasi aktivitas sederhana namun bermakna. Kunci utamanya: kegiatan harus menyenangkan, berulang, dan sedikit menantang agar anak tetap tertarik.
Aku juga belajar memberi waktu dan ruang. Anak butuh mencoba dan gagal. Jangan buru-buru mengambil alih ketika si kecil kesulitan memasangkan kancing atau menyusun puzzle. Tawarkan bantuan, beri petunjuk, lalu biarkan dia mencoba lagi. Itulah cara keterampilan halus dan ketekunan tumbuh.
Refleksi: apa yang kupelajari sebagai orang tua dan pendidik?
Sebagai orang tua, aku sering merasa harus “produktif” dalam mendidik. Namun sore itu mengajarkanku untuk menghargai proses. Permainan, tawa, dan momen sederhana sering kali memuat pelajaran besar. Anak tidak perlu selalu dikondisikan untuk belajar formal; mereka perlu waktu untuk bermain bebas yang diarahkan sedikit oleh kita.
Aku menutup hari itu dengan perasaan puas. Bukan karena soal hafalan atau tugas yang selesai, tetapi karena aku belajar mendengarkan cara belajar anak. Jika suatu hari kamu merasa terjebak dalam rutinitas mengajar, cobalah berhenti sejenak dan amati permainan mereka. Di situ sering tersembunyi pelajaran yang jauh lebih berharga daripada rencana terbaik sekalipun.